Oleh: Syahrir Lantoni
(BUR Center)
OKESULTRA. ID – Ir. H. BURHANUDDIN, M.Si melepas jabatannya sebagai Penjabat (Pj) Bupati Bombana Sulawesi Tenggara (Sultra) pada 27 November 2023 lalu. Namun ada yang menarik dari Burhanuddin ini selama di Bombana. Yaitu dia menyebut masyarakat dengan sebutan ‘Saudaraku’.
Sepanjang yang saya tahu, nyaris tidak ada kepala daerah pakai sebutan ‘Saudaraku’ kepada warganya. Yang banyak adalah menyebut “saudara” saja. Burhanuddin berbeda. Dia menambahkan imbuhan “ku” di belakang kata “Saudara”.
Itulah Pak Bur. Dalam setiap pidatonya yang dihadiri masyarakat, mantan Pj Bupati Konawe Kepulauan itu tak pernah tidak menyebut masyarakat dengan kata ‘Saudaraku’.
Di desa, di kelurahan, di dusun, dan di manapun dia bersama rakyat atau membicarakan masyarakat Bombana selalu disebutnya sebagai “Saudaraku”.
Setelah tidak menjabat Pj Bupati Bombana pun, mantan Plt Sekda Buton Utara itu pun masih menyebut masyarakat Bombana sebagai saudaranya.
Itu terlihat dalam video greeting tahun baru 2024. Burhanuddin dari tanah suci Mekkah tetap menyebut masyarakat Bombana dengan sebutan saudara. Videonya banyak beredar di medsos.
“Untuk saudara-saudaraku di Kabupaten Bombana, jalinlah persahabatan, persaudaraan. Yakinlah bahwa sesuatu pasti ada prosesnya, proses akan berjalan, dan insha Allah kita akan meraih sesuatu yang menjadi idaman kita semua,” kata Burhanuddin dalam videonya, 1 Januari 2024.
Kemudian, dalam kesempatan mampir di beberapa titik di Bombana usai menghadiri puncak HUT Kabupaten Kolaka, Burhanuddin juga dalam pertemuan-pertemuan silaturahmi tetap menyebut masyarakat dengan kata “Saudaraku”.
Pada penyerahan bantuan korban banjir di Bombana baru-baru ini, Burhanuddin juga menyebut warga dengan sebutan “saudaraku”. Seperti di Kasipute, Doule, dan Tongkoseng.
Safari Ramadan 1445 H di Bombana, Burhanuddin pun dalam pidato-pidatonya menyebut warga yang hadir dengan “Saudarku”. Seperti di Rompu-Rompu, Pokarumba, Salosa, dan Bajo Timur.
Tapi mengapa Burhanuddin menganggap masyarakat yang dipimpinnya atau yang telah dipimpinnya sampai saat ini menyebutnya sebagai saudaraku? Adakah ceritanya?
Tidak ada histori yang spesifik dari penyebutan itu. Yang kita tahu sebutan atau panggilan ‘Saudaraku’ banyak dipakai sesama kalangan elite parpol di Sultra.
Namun panggilan saudaraku itu hanya di lingkaran sesama politisi dan aktivis demokrasi saja. Itu pun lebih banyak di level elite. Mereka tidak menggunakan panggilan itu kepada rakyat Sultra.
Entah, apa karena pergaulan di tingkat elite itu bersentuhan dengan Burhanuddin atau tidak, sebutan ‘Saudaraku’ terus dipakai oleh mantan Kepala Dinas ESDM Sultra ini.
Burhanuddin tatap menggunakan ‘Saudaraku’ untuk menyebut masyarakatnya. Kita bersaudara dan akan selalu bersaudara.
Ada satu kalimat dalam setiap pidato Burhanuddin tentang persaudaraan. Begini bunyinya:
“Kita ini Indonesia, kita ini Sulawesi Tenggara, kita ini Bombana, maka kita ini bersaudara.”
Pidato itu kerap diucapkannya, terutama pada acara-acara berbagai kerukunan keluarga di Bombana.
Sebutan saudara-saudaraku kepada masyarakat yang dipimpinnya atau yang pernah dipimpinnya memberi makna kesetaraan, equation, egaliter, dan berdimensi kekerabatan, familiar, dan atau dalam bahasa asing brotherhood.
Dalam hal ini tidak ada perbedaan antara pemimpin dengan yang dipimpin. Tidak ada dasar hirarki antara pemimpin dengan rakyatnya.
Jika menggunakan perspektif politik, selalu ada perbedaan antara pemimpin, misalnya presiden, raja, atau perdana menteri dengan rakyat. Antara negara dengan rakyat, dan antara kekuasaan dengan masyarakat sipil yang lemah.
Burhanuddin tidak hanya menyebut masyarakat dengan kata saudaraku secara harfiah, tapi lebih dari itu dia menjadikannya sebagai saudara. Jangan heran kalau Burhanuddin dicintai oleh saudara-saudaranya di Bombana itu. (***)